Sakit [Lagi]

Beberapa hari yang lalu, selama beberapa hari, saya sakit lagi. Sakit apa? Ibu saya, sih, bilangnya itu karena maag. Tapi Bidan yang meriksa saya, dia nggak bilang apa-apa sih, mungkin dia juga nggak bisa memastikan, ya, saya sakit apa dan kenapa saya sakit. 

Jadi saat itu sekitar jam 5 sore, saya baru bangun tidur. Saya kebangun pun karena saya merasakan sakit di perut saya. Saat itu saya berpikir, mungkin itu sakit nyeri biasa karena menstruasi. Saya gercep lah tuh masak air untuk dimasukkan ke botol untuk mengompres bagian perut saya yang sakit. Berharap–setelah dikompres air panas–rasa sakit di perut saya akan hilang atau minimal bisa reda. Tapi setelah sekitar satu jam, sakit di perut saya nggak kunjung hilang, bahkan malah tambah sakit. 

Jujur, seumur hidup, saya belum pernah merasakan sakit yang sesakit itu. Awalnya rasa sakit berpusat di perut bagian tengah, tapi kemudian berpindah ke perut bagian samping kiri. Sakitnya tuh sakit bangettt yang banget-banget-banget. Organ di dalam perut saya bagian itu, berasa kek lagi diremas-remas kayak pakaian yang lagi diperas sebelum dijemur. 

Sampai mungkin setengah jam setelah adzan maghrib, saya merasa saya udah nggak kuat lagi menahan rasa sakit di perut saya. Akhirnya, saya mengadu ke Ibu saya kalau saya lagi sakit. Dan Ibu saya bilang, "kalau bisa ditahan, ditahan aja". Tentu Ibu saya nggak cuma bilang itu, Ibu saya ngomong banyak hal lainnya seperti menasihati saya, marah-marahin saya, bahkan sampai menjitak saya. Itu karena Ibu saya kesel. Karena sebelum saya sakit, saya susah pakek banget untuk makan teratur. Jadi, ya kamu tau lah ya kenapa Ibu saya bersikap begitu. 

Sampai pada akhirnya, pukul 9 malam, Ibu saya mengajak saya ke Bidan terdekat yang ada di lingkungan tempat saya tinggal. Jaraknya cukup dekat, mungkin hanya sekitar 100 meter dari tempat saya tinggal, terjangkau dengan kaki lah. 

Saya berjalan kaki dengan sangat perlahan menuju Bidan sambil digandeng Ibu saya. Dan beberapa menit kemudian, saya pun sampai di Bidan yang saya tuju. Mau tau? Berharap saya sampai di sana langsung dikasih obat pereda nyeri/sakit, saya malah disuruh nunggu lagi gaes. Bidannya lagi mau shalat dulu, yang ada di tempat hanya mba-mba yang keknya dia asisten atau entah apa, saya juga kurang tau. Ya mau nggak mau saya harus menunggu, karena saat itu saya butuh banget obat dan saya nggak ada pilihan lain selain ke Bidan itu. 

Mba-sebut saja-A menanyakan saya beberapa pertanyaan seperti nama, usia, alamat, dan keluhan saya apa. Saya dibantu Ibu saya menjawab satu-persatu pertanyaannya dengan sejelas mungkin. Setelah itu, saya diukur tensi darah. Karena saya sudah bersedia menunggu sampai Bidan selesai shalat, jadi ya setelah ditensi saya cuma diem duduk di depan Mba A itu. Sedangkan Ibu saya keluar, menunggu di ruang tunggu. 

"Tiduran aja Mba, takut nggak kuat" Mba A mempersilahkan saya untuk tiduran di tempat tidur pasien.

"Iya" saya pun dengan ragu berbaring miring di tempat tidur tersebut. 

Sambil tiduran miring, saya terus menahan rasa sakit di perut saya. Sampai saya merasa dugaan saya benar, kalau saya tiduran, sakit di perut saya malah makin bertambah. Akhirnya saya kembali ke posisi duduk, dengan tetap berada di atas tempat tidur. 

Dan di antara sakit yang saya rasakan, si Mba A masih aja menanyakan saya dengan banyak pertanyaan. 

"Sakitnya dari kapan?"

"Dari jam 5 sore tadi, Mba."

"Telat makan nggak?"

"Enggak."

"Sebelumnya ada riwayat maag?"

"Enggak."

"Usus buntu?"

"Enggak."

"Habis makan pedes nggak?"

"Enggak."

"Sebelumnya udah pernah sakit kaya gitu?"

"Belum pernah."

"Disertai muntah nggak?"

"Enggak." 

Dan setelah beberapa waktu yang terasa sangat lama kemudian, Ibu Bidan pun datang, menghampiri saya, mengecek dan menanyakan beberapa pertanyaan ke saya. Singkat cerita, saya pun pulang dengan membawa dua macam obat di saku hoodie. Obatnya adalah Mirasic Kaplet Paracetamol 500 mg dan Omeprazole Kapsul Lepas Tunda 20 mg. 

Sampai rumah, saya langsung meminum obat pemberian Bidan tadi. Setelah beberapa jam, apa yang terjadi? Sakitnya masih nggak kunjung hilang, Mba! Dan parahnya, saya sampai muntah-muntah. Saya terus-menerus mengeluh sakit, sampai... dini hari. Pas saya bangun, sakitnya udah hilang gaes. Alhamdulillah. 

Pagi harinya, saya merasa lebih enakan walau saat saya tiduran miring menghadap kanan atau kiri, rasa sakit di perut saya masih tetap muncul. Tapi setidaknya sudah tidak sesakit semalam. Saya mencoba untuk memakan beberapa makanan. Saat itu saya sangat merasa bersalah dengan perut saya. Maaf, ya, perut. Sore harinya, kondisi saya masih stabil. Tapi eh tapi, malamnya, perut saya kembali sakittt, dan saya kembali muntah-muntah. Sampai keesokan harinya, di pagi hari, baru deh perut saya terasa mendingan. 

Karena Ibu Bidan nggak memberi saya penjelasan tentang kemungkinan penyebab perut saya sakit. Jadi, saya dan Ibu saya mulai deh berasumsi. Hari itu saya makan jengki, itu pun dengan tingkat kepedasan yang standar karena memang juga saya nggak terlalu suka makanan pedas. Beberapa hari terakhir, saya rutin minum kopi secangkir sehari dan kadang sampai dua cangkir, tapi nggak makan nasi dengan teratur. Maag? Nyeri menstruasi? Dari asumsi-asumsi tersebut, saya jadi berpikir, sebaiknya saya tinggalkan semua itu, kecuali nyeri menstruasi karena itu nggak bisa saya kendalikan. 

Sampai saat ini, saya masih belum minum kopi, dan makan jengki lagi, juga selalu berusaha untuk sarapan dan makan minimal 2x sehari. Kenapa? Ya karena saya takut lah. :'D Takut sakit lagi. :'D Sakit banget soalnya. ~

2 Comments

  1. Sepertinya itu angin duduk, Hida. Diliat dari gejalanya yang ujug-ujug kemudian sakiiit bangeeet terus ilangnya pun ampir ujug-ujug. Kamu jarang makan,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mungkinn. Aku kurang tau juga. Tapi aku cuma merasa sakit di bagian perut. Aku nggak ngerasain apa-apa di bagian dada / jantung. Aku juga kurang tau gejala dan penyebab angin duduk. 😅

      Delete
Previous Post Next Post